Gambar hero untuk Dinamika perilaku remaja usia sekolah di ruang digital Indonesia
Insight Series: Narasi Abu-Abu

Dinamika perilaku remaja usia sekolah di ruang digital Indonesia

Dipublikasikan : 19 Oktober 2025
Oleh:

Media sosial telah menjadi arena utama bagi remaja usia sekolah di Indonesia untuk bersosialisasi, mengekspresikan diri, dan pembentukan identitas. Platform digital menawarkan ruang untuk terhubung dan berkreasi, namun juga membawa serangkaian tantangan kompleks yang memengaruhi perilaku, pergaulan dan paparan terhadap berbagai tren. Analisis ini akan mengkaji beberapa fenomena spesifik yang muncul dikalangan remaja, serta menyoroti peran berbagai pihak dalam menavigasi lanskap digital yang terus berubah ini.

Ekspresi identitas dan adaptasi tren global

Di Indonesia, isu LGBT masih dianggap sangat tabu dan sensitif. Stigma sosial, penolakan dari keluarga, dan potensi perundungan di dunia nyata membuat banyak remaja yang sedang mempertanyakan atau memahami identitas gender dan orientasi seksual mereka merasa terisolasi.

Platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok memungkinkan remaja untuk mengekspresikan diri secara anonim atau semi-anonim. Media sosial memberi kesempatan baru bagi kelompok LGBT untuk membangun hubungan dan membentuk citra di ruang publik. Fenomena ini jadi semacam self-disclosure baru karena dapat menyuarakan identitas mereka.

Bagi sebagian remaja, media sosial berfungsi sebagai ruang untuk mengeksplorasi identitas dan membentuk komunitas berdasarkan minat yang sama. Penggunaan tagar-tagar spesifik, seperti #wlw atau #segender, menjadi cara bagi remaja untuk terhubung dengan komunitas yang memiliki ketertarikan serupa, termasuk dalam konteks LGBTQ+. Media sosial dapat menjadi wadah untuk menemukan dukungan dan solidaritas yang mungkin sulit ditemukan di lingkungan luar jaringan. Mereka dapat “mencoba” identitas, berbagi perasaan, dan berdiskusi tanpa harus menghadapi konfrontasi langsung.

Dengan menggunakan tagar, seorang remaja dapat dengan cepat menemukan bahwa mereka “tidak sendirian.” Melihat konten dari orang lain dengan pengalaman serupa memberikan validasi dan dukungan emosional yang sangat penting bagi kesehatan mental mereka.

Penggunaan tagar secara kolektif menciptakan “identitas kelompok” secara digital. Ini memperkuat rasa memiliki dan solidaritas di antara pengguna. Sebuah riset yang dikutip dalam Journal of Feminism and Gender Studies menemukan bahwa komunitas LGBT membentuk strategi di media sosial untuk berbagi cerita, pengalaman, dan emosi, yang membantu mereka mengembangkan strategi kreatif dan positif di ranah publik.

Baca juga: Cara mudah mengatasi komentar spam di WordPress tanpa plugin

Di sisi lain, remaja Indonesia sangat reseptif terhadap tren global, terutama Korean Wave atau budaya K-Pop. Seperti tren S-Line di TikTok merujuk pada praktik menampilkan garis merah di atas kepala, yang diklaim mencerminkan jumlah hubungan seksual yang pernah dilakukan seseorang. Tren ini diadaptasi dari sebuah film Korea dengan judul yang sama, yang kemudian dikritik karena mengumbar aib dan kurang mendidik.

Hiperseksualitas dan eksploitasi daring

Di tengah masifnya arus informasi, muncul tren-tren berbahaya yang mengarah pada promosi seksualitas anak, seperti penggunaan tagar spesifik yang disertai goyangan atau konten yang tidak sesuai usia. Fenomena ini meningkatkan risiko eksploitasi seksual anak di ranah daring (OCSEA), sebuah isu yang menjadi perhatian serius.

Tren seperti Yes You Can, seperti yang dikutip dari HaiBunda.com, menjelaskan tren ini adalah bentuk grooming digital yang menyamar sebagai pemberdayaan perempuan. Menggunakan bahasa afirmatif, tren ini bisa menormalisasi perilaku berbahaya seperti keluar diam-diam pukul dua pagi untuk bertemu pria dewasa, naik mobil orang asing, mengirim foto tidak pantas, dan mengabaikan bimbingan orang tua,” ungkap Noelani Sagapolutele, LCSW, dari Hawaiʻi State Department of Education.

Iklan

Tren-tren tersebut pada akhirnya mengarah ke perilaku seksual yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita mulai dari berciuman hingga pada tahap hubungan intim.

Kehamilan di usia remaja masih menjadi persoalan serius dalam bidang kesehatan reproduksi, karena dapat menimbulkan dampak buruk bagi remaja baik secara fisik, mental, maupun sosial.

Sari, Y., Afni, R., Hakameri, C. S., Husana, E., & Yuliana, R. (2025). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Remaja tentang Kehamilan Usia Remaja di SMPN 21 Pekanbaru Tahun 2025. Jurnal Kesehatan Remaja, 3(1), 10–25. https://doi.org/10.31004/joecy.v5i2.2351

Mengutip Hidayatullah.com, ada 29 pasangan yang mengajukan diska,” kata Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Kediri dr Nurwulan Andadari. Dari 29 pasangan tersebut, sebanyak 18 pasangan atau 36 orang di antaranya berusia di bawah 19 tahun, mayoritas mereka merupakan anak-anak usia sekolah.

Menurut laporan Disrupting Harm in Indonesia yang dirilis oleh UNICEF, ECPAT, dan Interpol, sekitar 2% dari anak pengguna internet usia 12-17 tahun di Indonesia telah menjadi sasaran eksploitasi dan pelecehan seksual daring. Laporan yang sama menyoroti bahwa banyak insiden tidak terlaporkan; antara 17% hingga 56% anak yang mengalami pengalaman negatif di dunia maya tidak menceritakannya kepada siapa pun.

Perundungan (bullying) dan ancaman (harrashment)

Kedua tindakan tersebut kini beralih ke ranah sosial, dilakukan tidak hanya oleh orang dewasa, tapi juga oleh remaja dan pelajar yang beberapa diantaranya masih dibawah umur. Bullying merupakan masalah serius, karena efeknya sangat masif, merusak dan meninggalkan bekas yang dalam, tidak jarang korban melakukan bunuh diri seperti yang terjadi di Banyuwangi, seorang anak SD bunuh diri akibat menjadi korban bullying.

Baca juga: Akhirnya ChromeOS Bedakan Ikon Untuk PWA

Selain itu, bullying juga dapat memicu korban melakukan kekerasan hingga menghilangkan nyawa pelaku, seperti kasus anak SMP di Lampung yang menghabisi teman sekolahnya karena tidak tahan terus-menerus di bully.

Iklan

Pada akhirnya, bullying bukan lagi merupakan sebuah kenakalan remaja, tetapi sudah memasuki ranah kriminal dan berimpilkasi pada pidana dan hukuman, meskipun pelakunya adalah anak dibawah umur.

Hukuman untuk anak di bawah umur yang melakukan pembunuhan adalah setengah dari hukuman orang dewasa untuk tindak pidana yang sama, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak di bawah usia 14 tahun tidak boleh dipenjara, melainkan hanya dapat dikenai tindakan, seperti dikembalikan kepada orang tua atau dibina di lembaga pemerintah/LPKS. Namun, anak di bawah umur yang usianya 12-18 tahun dapat dijatuhi pidana penjara jika dianggap membahayakan masyarakat, yang penempatannya harus di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) khusus anak.

Walahe, Safrizal. “Pertanggungjawaban Pidana dari Anak Dibawah Umur yang Melakukan Pembunuhan.” Lex Crimen, vol. 2, no. 7, 2013.

Mengutip HelloSehat, dampak dari bullying diantaranya:

  1. Mengalami ketakutan dan kecemasan Bagi korban, akibat bullying pada jangka pendek, yaitu rasa ketakutan dan kecemasan. Saat anak menjadi korban bullying (perundungan) di sekolah, ia bisa merasa takut pergi ke sekolah.
  2. Kehilangan kepercayaan diri Akibat intimidasi yang diterimanya, anak-anak sering merasa tidak sebaik orang yang menindas mereka dalam berbagai aspek.
  3. Mengisolasi diri Dampak bullying di sekolah tidak hanya dirasakan diri korban itu sendiri, tetapi juga secara sosialnya. Perundungan yang diterima korban bullying sering membuatnya merasa ditolak dan dibuang oleh lingkungan sosialnya. Akibatnya, anak lebih memilih untuk mengisolasi diri dari teman atau anggota keluarganya.
    Iklan
  4. Memicu gangguan mental Dampak negatif bullying bagi korban juga termasuk memicu gangguan mental pada anak, termasuk remaja.

Apa yang harus kita lakukan?

Sudah selayaknya kita memberikan perhatian serius terhadap masalah-masalah yang telah dijelaskan diatas. Bahwa kekerasan verbal di sosial media dapat menghilangkan nyawa korban atau pelaku bullying, perilaku dan pergaulan sosial sangat dinavigasi oleh tren, algoritma dan pola-pola viralitas yang dapat dibaca, ditelusuri dan dicari di tiap platform sehingga kita dapat mengambil tindakan untuk mencegah kerusakan yang lebih besar.

Kompleksitas isu ini menuntut respons kolaboratif dari berbagai pihak:

  • Orang Tua: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara konsisten menekankan peran sentral orang tua. Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, mengingatkan bahwa “salah satu sumber masalah dalam hal ini adalah kurangnya pengawasan dari orang tua.” Senada dengan itu, Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, mendorong agar orang tua melakukan pendampingan aktif saat anak mengakses media sosial dan memeriksa aplikasi pada gawai anak. Ia juga menyoroti data survei KPAI tahun 2024 yang menunjukkan rata-rata anak berselancar di internet selama 5,5 jam atau lebih, yang menurut standar WHO sudah masuk kategori kecanduan.
  • Pemerintah dan Lembaga Terkait: Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), berupaya mengatasi masalah ini dengan regulasi. Bekerja sama dengan KPAI, KemenPPPA, dan kementerian lain, Komdigi sedang memfinalisasi aturan pembatasan akses media sosial berdasarkan usia untuk melindungi anak di ruang digital.[5] KPAI sendiri mendorong agar regulasi yang dibuat harus berbasis kajian ilmiah dan tidak mengurangi hak-hak anak.
  • Platform Media Sosial: Sebagai penyedia layanan, platform digital memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman. Rekomendasi dari laporan UNICEF menegaskan pentingnya peran platform digital dalam memperkuat perlindungan anak dari risiko eksploitasi. Ini mencakup sistem verifikasi usia yang lebih ketat, moderasi konten proaktif, dan penyediaan fitur keamanan yang mudah diakses.

Bagian dari Series: Narasi Abu-Abu

Artikel ini adalah bagian dari series pembelajaran yang komprehensif.

Lihat Series Lengkap

Memuat kontributor…

Dan para kontributor lainnya yang mendukung MauCariApa.com.

Dukung Kami
seedbacklink logo

seedbacklink

Marketplace backlink terbesar dan terpercaya di Indonesia

Diskusi & Komentar

Panduan Komentar
  • • Gunakan bahasa yang sopan dan konstruktif
  • • Hindari spam, promosi, atau link yang tidak relevan
  • • Komentar akan terus dipantau secara berkala

Tentang Penulis

MauCariApa.com

MauCariApa.com

MauCariApa.com hadir sebagai wadah bagi para pencinta teknologi untuk saling belajar dan berkembang

Tentang Editor

Adiutor

Adiutor

Memastikan setiap data valid dan akurat sebelum Anda membacanya.

Lanjut Membaca